Saturday, May 30, 2020

George Floyd, Tragedi Kemanusiaan, dan People Power


25 Mei 2020, di sebuah kota bernama Minneapolis, Amerika Serikat telah terjadi tragedi yang menyayat hati dan membuat geram siapapun yang menyaksikannya.

Sebuah video tentang seorang polisi bernama Derek Chauvin yang menginjak leher pria berkulit hitam bernama George Floyd dengan lututnya hingga menyebabkan korban meninggal dunia.



George Floyd diduga melakukan tindak pemalsuan dokumen. Derek Chauvin berdalih bahwa George Floyd melakukan perlawanan ketika ditangkap. 

Setelah video tersebut viral di internet, keempat polisi yang terlibat dipecat. Namun, warga tidak puas hanya dengan pemecatan. Mereka ingin agar Derek Chauvin dan rekan-rekan ditangkap atas kasus pembunuhan.

Tragedi ini memicu kerusuhan di Minneapolis dikarenakan warga menuntu keadilan untuk George Floyd.



Dua hari setelah kejadian itu terjadi kerusuhan dan banyak sekali bangunan dibakar dan dijarah massa. Termasuk kantor polisi di Minneapolis.

29 Mei 2020, Derek Chauvin pun ditangkap atas kasus pembunuhan tingkat ketiga dan kemungkinan bisa naik setelah investigasi berlanjut.

Ketika kerusuhan itu terjadi, warga Amerika Serikat terbelah dua. Ada yang mendukung aksi tersebut, namun ada juga yang menganggap bahwa tindak kerusuhan dan penjarahan itu tidak akan membawa keadilan bagi George Floyd.

Namun, sepertinya opini kedua tersebut salah. Meskipun tidak bisa dibuktikan bahwa penangkapan Derek Chauvin disebabkan tekanan dari massa yang berunjuk rasa. Setidaknya itu pasti akan menjadi salah satu pertimbangan bagi aparat setempat untuk meredakan kerusuhan.

Apa yang dilakukan oleh Derek Chauvin terhadap George Floyd, jika dilihat dari sudut manapun, akan tetap salah.

Mungkin Derek tidak akan menduga kalau tindakan yang dilakukannya akan memicu sebuah kerusuhan besar dan kemungkinan untuk dia menghabiskan sisa hidupnya di penjara.

Kerusuhan bukanlah sesuatu yang kita semua inginkan. Tapi Martin Luther King pernah berkata "Riot is language of unheard". Maknanya, jika suara dibawah tak didengarkan, maka kerusuhanlah yang akan berbicara. 

Jika kita coba ingat, kerusuhan di 1998 juga pernah membuat Presiden Suharto yang sudah menjabat selama 32 tahun akhirnya melepaskan kekuasannya.



Semoga ini menjadi pelajaran untuk kita semua. Terutama aparat dan para pejabat di negara kita Indonesia.

Meskipun aparat dan pejabat dilindungi oleh berbagai senjata. Pada akhirnya people power adalah senjata terkuat yang membuat penguasa harus berhati-hati dalam bertindak dan mengambil keputusan. Dalam negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat.

Pemerintah harus selalu membuka telinga untuk mendengarkan suara rakyat. Maka dari itu, niscaya kerusuhan yang tidak kita inginkan tidak akan pernah terjadi.

Selamat jalan George Floyd, semoga kepergianmu berbuah revolusi di Amerika Serikat dan juga dunia bahwa tindak rasisme dan kekerasan aparat terhadap rakyat sipil adalah hal yang haram terjadi.

Bekasi, 30 Mei 2020.

1 comment:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...